Ada kisah keluarga miskin di masa Nabi Musa yang pada akhirnya menjadi kaya raya karena sifat kedermawanannya.
Dikisahkan, pada masa Nabi Musa terdapat sepasang suami-istri (pasutri) yang hidup miskin. Pasangan ini juga tidak dikaruniai anak.
Pasutri ini hidup sederhana bahkan jauh dari kata cukup. Ia tidak punya makanan kecuali sekadar cukup makan untuk hari itu, bahkan kadang tidak cukup.
Namun pasutri ini sabar dengan keadaan dan kerasnya hidup yang dialaminya hingga bertahun-tahun. Suatu malam, saat akan tidur, sang istri bertanya kepada suaminya:
“Suamiku, bukankah Nabi Musa adalah seorang Nabi yang bisa berbicara dengan Tuhannya?” tanya sang istri.
“Iya, benar,” jawab suami singkat.
“Kenapa kita tidak pergi saja ke Nabi Musa untuk mengadukan kondisi kita yang miskin ini dan berbicara kepadanya agar beliau memohon kepada Allah agar kita dianugerahi kekayaan?” saran sang istri.
“Iya, pendapatmu benar,” jawab si suami.
Keesokan harinya, pasutri itu kemudian mendatangi Nabi Musa dan mengadukan perihal kemiskinannya. Mereka berharap Nabi Musa memohon kepada Allah agar mereka diberi kekayaan.
Nabi Musa kemudian bermunajat kepada Allah dan menyampaikan perihal kemiskinan yang dialami pasutri tersebut.
“Wahai Musa, sampaikanlah kepada mereka, aku akan memberikan mereka kekayaan namun hanya satu tahun. Setelah satu tahun, mereka akan aku kembalikan menjadi miskin lagi,” kata Allah kepada Nabi Musa.
Nabi Musa lantas menyampaikan pernyataan Allah itu kepada mereka. Bahwa keinginan pasutri itu telah dikabulkan oleh Allah dengan syarat kekayaan itu sebatas satu tahun saja.
Pasutri itu akhirnya bergembira mendengar berita tersebut. Dan benar saja, setelah beberapa hari rezeki datang bertubi-tubi tanpa diketahui dari mana arahnya. Kontan saja mereka menjadi kaya mendadak.
Keadaan mereka berubah 180 derajat. Dari yang awalnya miskin menjadi bergelimang harta. Sang istri lalu berkata pada suaminya:
“Suamiku, ingatkah Anda, kita menikmati kekayaan ini hanya satu tahun. Setelah itu kita akan menjadi miskin lagi. Bagaimana kalau kita gunakan harta kita untuk membantu tetangga yang miskin dan membangun posko bantuan untuk mereka yang membutuhkan?” usul sang istri.
“Sebentar lagi kita akan menjadi miskin setelah lewat satu tahun. Dengan membantu tetangga orang-orang yang tidak mampu, siapa tahu mereka tetap ingat kepada kita saat kita jatuh miskin,” ucap sang istri lagi.
“Kamu benar istriku,” kata suaminya menanggapi.
Kemudian mereka membantu para tetangga yang membutuhkan, membangun posko bagi musafir, hingga menyediakan makan gratis untuk orang miskin.
Satu tahun telah berlalu, namun mereka masih sibuk menyediakan makanan untuk para fakir miskin hingga lupa bahwa mereka sudah setahun lebih menjadi orang kaya raya. Mereka lupa kalau setelah setahun akan menjadi miskin lagi.
Menyaksikan hal itu, Nabi Musa heran, karena kata Allah harusnya mereka sekarang sudah waktunya miskin lagi.
“Ya Allah, bukankah Engkau berjanji memberi kekayaan kepada mereka hanya setahun, lalu Engkau akan mengembalikan mereka menjadi miskin seperti sedia kala?” tanya Nabi Musa.
“Wahai Musa, aku telah membuka satu pintu rezeki untuk mereka, tetapi mereka telah membuka beberapa pintu rezeki untuk para hambaku yang lain. Maka aku titipkan kekayaan lebih lama kepada mereka,” kata Allah kepada Nabi Musa.
“Wahai Musa, aku malu jika ada hambaku yang lebih mulia dan lebih dermawan daripada aku,” kata Allah lagi.
Mendengar jawaban Allah itu, Nabi Musa langsung memuji Allah dan bertasbih kepada-Nya:
سبحانك اللهم ماأعظم شأنك وأرفع مكانك
Artinya: “Maha suci Engkau ya Allah. Alangkah agungnya urusan Engaku dan betapa Tinggi kedudukan-Mu.”
Pesan dari kisah ini adalah bahwa kedermawanan dan suka membantu orang lain yang membutuhkan adalah jalan menuju kekayaan. Sedikit apapun yang kita berikan kepada orang lain adalah pembuka untuk mendapatkan ganti yang lebih banyak.***
sumber;MALANG TERKINI